PADANG, ISVARANEWS.COM - Sumatera Barat menorehkan catatan penting perjalanan sejarah politik Indonesia. Sejak dahulu hingga kini. Ketokohan orang Minang, menjadi acuan. Kecerdasan dan akselerasi orang Minang, tak bisa dipungkiri. Orang Minang selalu memberikan warna dalam setiap perjalanan.
Diawal kemerdekaan, tepatnya tahun 1960, sebuah partai politik Islam dibubarkan Presiden Soekarno. Masyumi ditetapkan menjadi partai politik pada 7-9 November 1945 di Yogyakarta. Dalam kongres itu, Masyumi mendeklarasikan diri sebagai partai politik dan bukan lagi organisasi yang menghimpun organisasi-organisasi Islam di Indonesia. Salah satu alasan berubahnya haluan Masyumi disebabkan oleh keluarnya maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik.
Tahun 1960, tulis Mestika Zed dalam buku Ahmad Husein: Perlawanan Seorang Pejuang (2001), Bung Karno mengeluarkan Keputusan Presiden terkait kebijakan anti-multipartai.
Presiden Sukarno menegaskan, partai politik di Indonesia tidak usah terlalu banyak jumlahnya karena akan membuat rakyat bingung. Kebijakan inilah yang kemudian memungkasi riwayat Masyumi. Masyumi menghadapi keputusan ini dengan dua cara.
Pertama, Masyumi dinyatakan bubar pada 13 September 1960 untuk menghindari cap partai terlarang dan jatuhnya korban. Kedua, Masyumi melayangkan gugatan kepada Sukarno di pengadilan, namun usaha ini gagal. Menurut Ken Ward dalam The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia (1970), Masyumi dibubarkan paksa karena menolak menyalahkan PRRI. Disebutkan pula, beberapa anggota senior Masyumi dipenjara dengan tudingan terlibat pemberontakan.
Diantara pendiri dan tokoh Masyumi tersebut, Hasyim Asy’ari Sukiman Wiryosanjoyo Wahid Hasyim, Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh, Burhanudin Harahap, Mohammad Roem, Muhammad Isa Anshari, Kasman Singodimedjo, Dr. Anwar Harjono, lalu ada tokoh asal Minangkabau Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dan Mohammad Natsir serta Syafruddin Prawiranegara yang juga memiliki aliran darah orang Minang.
Pada Pemilu 1955, Partai Islam Perti mendapatkan empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi Konstituante. Partai Perti didirikan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli yang akrab disapa Inyiak Canduang. Partai Perti merupakan organisasi massa Islam di Indonesia yang berhaluan Syafii-Asy'ari. Cikal bakal organisasi ini berawal dari Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pada 5 Mei 1928 M atau 15 Zulqaidah 1346 H di Canduang, Agam, Sumatera Barat.
Pascareformasi, seorang tokoh Minangkabau lainnya, Osman Sapta Odang mendirikan pendiri Partai Persatuan Daerah (PPD), karena dalam beberapa kali pemilihan umum partai tersebut tidak lolos electoral threshold, ia kemudian bergabung dengan Partai Hanura dan menjabat sebagai Ketua Umum sejak tahun 2016.
Kini Osman Sapta yang bergelar Datuk Bandaro Sutan Nan Kayo menjadi satu-satunya orang Minang yang menjadi Ketua Umum DPP sebuah partai di tingkat Nasional.
Menurut DR. H Febby Dt Bangso Sst.Par, M.Par, Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat, kesungguhan Osman Sapta mengembangkan partai sejalan dengan kecintaannya terhadap kampung halaman. Kendati Ia besar di rantau, namun kecintaannya tak pudar lantaran kesehariannya dilalui dengan nilai-nilai yang biasa dijalani orang Minang.
Nilai-nilai tersebut, kata Datuk Febby, sapaan akrab DR. H Febby Dt Bangso Sst.Par, M.Par juga turut menghiasi suasana di Partai Hanura. Artinya, partai ini mengerti dan memahami denyut nadi masyarakat secara luas. ****